
Jakarta: Pemerintah akan menerapkan denda administratif kepada perusahaan sawit dan tambang yang dituding berada di dalam kawasan hutan. Denda ini merujuk kepada perubahan PP Nomor 24 Tahun 2021 yang telah ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 10 September 2025.
“Presiden telah menandatangani perubahan PP Nomor 24 Tahun 2021, yang membuka jalan bagi perhitungan dan penagihan denda administratif kepada subjek hukum terkait penguasaan kembali kawasan hutan”, tegas Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah.
Febrie mengatakan, usai Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) menerima salinan perubahan Peraturan Pemerintah (PP), jajarannya akan fokus untuk menghitung dan menagih denda terhadap subjek hukum yang telah dilakukan penguasaan kembali. Selain itu, lahan akan tetap diambil alih dan dikuasai oleh negara.
“Saya tegaskan denda ini basic-nya adalah illegal gain yaitu keuntungan telah diterima, selama tanah negara digunakan secara illegal. Bagaimana cara dan besaran tarif denda ada di perubahan PP Nomor 24 Tahun 2021. Segera kami lakukan penagihan,” ujar Febrie yang juga Ketua Harian Satgas PKH.
Menurut Febrie, saat ini Satgas terbagi dua yaitu Satgas bertugas melakukan klarifikasi sawit dan tanaman lain itu di Satgas Garuda. Lalu, ada pula Satgas yang fokus kepada tambang.
Total kawasan hutan yang telah berhasil dikuasai kembali Satgas PKH sejak dibentuk delapan bulan lalu mencapai 3.325.133,20 hektare atau lebih dari 300% dari target awal 1 juta hektare. Dari jumlah tersebut, seluas 1.507.591,9 hektare telah diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara (Persero) untuk dikelola, sementara 81.793 hektare diserahkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup sebagai bagian dari kawasan Taman Nasional Tesso Nilo.***(Red)
